Bens Radio 106.2 FM Jakarta
Saat itu periode yang aneh. Tapi konsernya sendiri sangat fantastis
Jakarta (ANTARA) – Keane kembali menyapa pendengar Indonesia di acara Mola Chill Fridays yang tayang secara langsung dari London, Jumat malam (27/8). Band beraliran rock alternatif dari Inggris itu terakhir kali menyapa Indonesia saat tampil dalam konser “Strangeland” di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, pada 2 September 2012 silam.
Bagi Thomas Chaplin, sang vokalis, kenangan yang paling membekas dalam ingatannya saat konser 10 tahun lalu itu adalah suasana kemacetan lalu lintas khas Kota Jakarta.
“Kami semua ingat karena kami membicarakan ini. Tampaknya seluruh Jakarta mengalami kemacetan lalu lintas. Kurasa sampai sekarang masih,” katanya setelah menyanyikan dua lagu pembuka, “Bend and Break” dan “Silenced By The Night”.
“Cuma itu satu-satunya konser kami di Jakarta. Saat itu, momennya fantastis. Kami selalu bersemangat untuk pergi ke belahan dunia yang eksotis bagi kami dan menemukan ternyata banyak penggemar kami di Jakarta. Dan musik kami bisa terhubung pada orang di negeri yang jauh itu. Setidaknya bagi kami di kota kecil di Inggris ini,” ungkap Thomas di sela-sela penampilan.
Baca juga: Paris uji coba konser di dalam ruangan dengan masker dan tes COVID-19
Ia juga mengingat suasana bagaimana anak-anak kecil dan sejumlah polisi mengawal Keane saat hendak naik ke atas panggung.
“Kala itu, kami merasa jadi ‘orang penting’ untuk sesaat,” ujarnya sambil tersenyum. “Kami merasa senang bisa ke sana. Maaf sekarang tidak bisa ke sana langsung. Tapi dengan cara virtual seperti ini rasanya agak lumayan.”
Thomas merasa menyesal karena tidak menggunakan waktu sebanyak mungkin untuk berkeliling Kota Jakarta saat melakukan konser 2012 silam. Para personel lebih banyak mengurung diri di kamar hotel karena merasa paranoid dengan serangan teroris yang ketika itu banyak terjadi di penjuru dunia.
“Saat itu periode yang aneh. Tapi konsernya sendiri sangat fantastis,” katanya lagi.
Keane sangat identik dengan hit “Somewhere Only We Know” dan “Everybody’s Changing” yang meledak di era 2000-an dan album debutnya yang bertajuk “Hopes and Fears” menjadi album terlaris di masanya. Kedua lagu tersebut, tentu saja, dibawakan Keane saat tampil di Mola Chill Fridays.
Baca juga: Inggris gelar eksperimen penyebaran COVID-19 melalui festival musik
Pada 2013 lalu, Keane sempat diisukan bubar hingga memutuskan hiatus setelah merilis album “The Best of Keane”. Mereka akhirnya kembali lagi pada 2019 ditandai dengan perilisan album “Cause and Effect”. Sejak comeback mereka seharusnya disibukkan dengan agenda tur album di Eropa dan Amerika Latin tetapi harus ditunda akibat pandemi.
“Waktu itu kami sedang melakukan tur di Amerika bulan Maret 2020. Seorang promotor tur berkata kepada kami, ‘Takkan ada masalah, teruskan konsernya. Kalian bisa selesaikan turnya tanpa ada masalah’. Tetapi kemudian, 3-4 hari berikutnya kami disuruh naik pesawat untuk meninggalkan AS secepatnya,” cerita Thomas sambil mengingat-ingat momen penundaan tur album di awal pandemi.
“Sejak itu kami bingung, maju-mundur menunggu apa yang bisa dilakukan selanjutnya. Kurasa semua orang di dunia punya pengalaman yang sama,” tambahnya.
Thomas mengatakan bahwa setidaknya tahun ini terasa lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu karena dapat tampil membawakan “konser sungguhan” atau menikmati musik secara live kembali. Di Inggris, perlahan-lahan banyak orang yang kembali beraktivitas di luar rumah dan berkumpul bersama teman-teman.
Baca juga: Konser virtual jadi penggerak industri musik di masa pandemi
Ia juga merasa bersyukur karena para kru band kembali mendapatkan pekerjaan setelah industri musik sekarat selama 1,5 tahun.
“Kemarin malam adalah konser yang pertama dilakukan setelah pandemi. Makanya, sekarang suaraku terdengar serak,” aku Thomas.
“Semoga tahun depan akan ada lebih banyak konser, asalkan tak ada lagi yang menghalangi. Kami sangat menantikan hal itu,” tambahnya.
Bagi Thomas dan personel lainnya di Keane, meski pandemi membawa sisi-sisi suram namun setidaknya ada berbagai hal positif yang mereka rasakan, misalnya lebih banyak introspeksi dan refleksi diri serta menemukan cara baru berkomunikasi dengan orang lain.
“Aku setuju. Kami mengalami hal buruk dan juga hal baik selama pandemi. Hidup kami jadi lebih sederhana, mungkin lebih dekat dengan tempat di mana kita seharusnya berada,” sambung pianis Timothy James Rice-Oxley atau yang akrab disapa Tim.
Setelah 20 tahun menghimpun pengalaman bersama Keane, Tim merasa dapat lebih terhubung dengan banyak orang dan menemukan makna berharga dalam bermusik.
Baca juga: Promotor masih andalkan adaptasi baru untuk pertunjukan musik 2021
“Kurasa terhubung dengan banyak orang, itulah hal terpenting dalam hidup. Jika kamu bisa melakukan itu dalam percakapan atau kegiatan apa pun, itu adalah pencapaian, yang membuat hidup kita layak dijalani. Jadi, jika kita bisa melakukannya lewat musik, itu segala-galanya yang kita dambakan,” terangnya.
Kerinduan untuk membangun hubungan sosial, barangkali hal itu pula yang mendorong Keane merilis single terbaru “Dirt” dalam format piringan hitam untuk mendukung peringatan Hari Toko Piringan Hitam bulan lalu.
“Di tempat tinggalku, toko piringan hitam adalah bagian terkuat dari komunitas kami. Toko itu sangat penting, bukan sekadar untuk berjualan saja. Aku berkenalan dengan banyak orang di toko piringan hitam dan itulah aspek penting adanya toko fisik,” tutur drummer Richard David Hughes.
Menurut laki-laki yang akrab disapa Rich itu, fungsi sosial toko piringan hitam tidak akan tergantikan. Ia merasa bahagia ketika masuk ke dalam toko dan saling bertukar rekomendasi musik bagus dengan pengunjung dan pemilik toko.
“Kami mencoba memberi dukungan agar toko piringan hitam lokal terus beroperasi dan berusaha menjaga toko musik sungguhan tetap hidup,” tegasnya.
Selain lagu-lagu yang telah disebutkan di atas, Keane membawakan tembang-tembang fenomenal lainnya selama konser virtual di Mola TV, seperti “The Way I Feel”, “We Might as Well Be Strangers”, “Nothing in My Way”, “Is It Any Wonder?”, “Bedshaped”, “This Is the Last Time”, “Crystal Ball”, dan ditutup dengan “Sovereign Light Café”.
Baca juga: Besok, Keane akan tampil untuk Indonesia di Mola Chill Fridays
Baca juga: Pegiat dorong pemerintah siapkan skema konser musik pascapandemi
Oleh Rizka Khaerunnisa
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2021
Sumber : https://www.antaranews.com/berita/2356430/keane-dari-kenangan-hingga-kerinduan-konser-pascapandemi
Written by: admin
Keane, dari kenangan hingga kerinduan konser pascapandemi H Beno Benyamin
Keane, dari kenangan hingga kerinduan konser pascapandemi H.Beno Benyamin
Post comments (0)