“Melewati 2020 memang patut disyukuri, tapi 2021 masih menyisakan banyak ‘pekerjaan rumah’ terutama untuk mengatasi masalah emosi,” ujar Martha (36) seorang ibu bekerja dengan satu orang anak.
Martha yang berprofesi sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta asing, bercerita sejak pandemi terjadi dia mulai merasa frustasi.
Tidak hanya karena tekanan pekerjaan yang meningkat, namun juga dia harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga termasuk membantu anak laki-lakinya yang duduk di bangku sekolah dasar untuk belajar dan sekolah daring.
Baca juga: COVID-19 juga bisa tingkatkan risiko orang kena masalah mental
Suami Martha bekerja di luar kota dan sejak pandemi semakin sulit untuk pulang ke rumah. Sementara orang tua dan mertua Martha tinggal di kota lainnya. Rasa rindu kepada keluarga kemudian dilampiaskan melalui panggilan video yang dilakukan setiap ada kesempatan.
Martha mengaku merasa kewalahan, namun dia tidak memiliki solusi lain untuk mengatasi rasa lelah yang dialaminya.
“Saya dan suami memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa asisten rumah tangga, karena kami harus banyak mengurangi banyak biaya sejak penghasilan kami dipotong. Alhasil semua harus saya kerjakan sendiri,” kata Marta.
Tidak hanya Martha, merasa kewalahan dan kelelahan secara emosi juga dialami oleh Yuni (33) seorang ibu bekerja dengan dua orang anak.
Yuni mengatakan seringkali merasa kewalahan untuk membagi pikiran antara pekerjaan kantor, urusan rumah tangga hingga pelajaran dan tugas sekolah kedua anaknya.
Meskipun Yuni mengaku suaminya sangat kooperatif untuk membantunya mengerjakan segala urusan rumah tangga, Yuni masih merasa kewalahan.
“Namanya ibu bekerja, dari urus pekerjaan kantor, menjaga sekaligus ngajarin anak-anak pelajaran sekolah, sampai memastikan sekeluarga bisa menjaga prokes dan tetap sehat, itu hal yang sulit dan saya merasa sangat lelah padahal tidak mengerjakan pekerjaan fisik yang berat,” ujar Yuni.
Sejak pandemi terjadi, tidak setiap orang bisa mendapatkan “me time” dengan leluasa untuk merasakan relaksasi atau memanjakan diri sendiri.
Yuni mengatakan meskipun ada asisten rumah tangga dan suami yang siap membantu, selalu ada saja hal-hal yang membuatnya harus turun tangan untuk membereskan.
“Istilahnya kerja dari rumah, dikira bisa lebih santai. Nyatanya tidak, jujur saya betul-betul kewalahan, rasanya seperti hampir tidak punya waktu untuk diri sendiri. Jadinya capek luar biasa,” kata Yuni.
Yuni dan Martha adalah dua dari sekian banyak orang yang merasa kewalahan dan mengalami kelelahan emosi sejak pandemi terjadi.
Direktur senior inovasi perawatan kesehatan di American Psychological Association Vaile Wright mengatakan kelelahan emosional adalah rasa kewalahan yang sudah memuncak dan Anda merasa kondisi ini sulit untuk dibendung sehingga menjadi mudah marah dan sulit untuk berkonsentrasi.
“Ini bukan kelelahan fisik. Ini kelelahan mental yang menyebabkan Anda kesulitan berkonsentrasi. Itu semua hal yang kita alami ketika kita hanya fokus pada kapasitas kita saja,” kata Wright dikutip dari USA Today.
Kondisi ini bukanlah masalah klinis, namun dapat memicu pada masalah mental, kata Wright. Sejumlah ahli menyebutnya sebagai burnout, kondisi saat
penyebab stres dan tanggung jawab meningkat ke titik di mana seseorang merasa mereka tidak memiliki energi tersisa untuk dikeluarkan.
Wright menjelaskan stress dan rasa cemas memang selalu hadir dalam setiap kehidupan. Namun ketika kelelahan secara emosi terjadi, rasa stress itu kemudian memuncak dan bisa menjadi kronis.
Baca juga: Anak perempuan lebih rentan depresi selama pandemi
Mengenal emosi yang lelah
Lantas bagaimana cara untuk mengetahui bahwa seseorang atau bahkan diri kita sendiri telah mengalami kelelahan secara emosi?
Direktur Pusat Pelayanan Psikologis dari Universitas Syracuse, Afton Kapuscinski, mengatakan kepada USA Today bahwa terdapat sejumlah tanda dan ciri yang mengacu pada kelelahan emosional.
Tanda-tanda itu seperti mudah marah, frustasi, lekas gugup dan panik, kesulitan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, merasa sendirian, membuat lebih banyak kesalahan daripada biasanya.
“Selain itu, mereka yang mengalami kelelahan emosi kadang merasa tidak kompeten atau bekerja dengan tidak efektif, padahal mereka sudah bekerja secara berlebihan meskipun di rumah saja,” kata Kapuscinski.
Selain tanda-tanda tersebut, kelelahan mental yang kronis juga dapat menyerang tubuh Anda. Sebut saja merasakan nyeri dan tegang pada sendi dan otot tubuh, sakit kepala, masalah pencernaan hingga kesulitan untuk tidur atau insomnia.
Kapuscinski mengatakan kelelahan secara emosi ini kadang kala juga memicu seseorang menjadi apatis dan putus asa, menyebabkan seseorang kehilangan minat pada hal-hal yang pernah kita cintai.
Tetapkan batasan
Agar seseorang dapat berfungsi dengan baik, mereka membutuhkan landasan yang kokoh yaitu; tidur, nutrisi yang baik, aktivitas fisik, dan hubungan sosial, kata Wright.
Jika Anda merasa kehabisan tenaga, inilah saatnya untuk menegaskan landasan yang kokoh itu.
“Anda harus bertanya pada diri sendiri di mana batasan Anda yang sudah dilanggar, dan di mana Anda dapat mengatakan tidak untuk beberapa hal,” kata Wright.
Direktur Eksekutif dari Asosiasi untuk Penelitian dan Kebijakan Praktis di American Psychological Association, Lynn Bufka, mengatakan menentukan batasan adalah cara mudah untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat diubah dan apa yang tidak.
Bufka mengatakan bila selama ini Anda menjadi tempat untuk mencurahkan hati teman atau anggota keluarga lain, sudah saatnya Anda mencoba membatasi itu.
“Bukan berarti Anda tidak peduli dan tidak mencintai mereka, tapi Anda hanya butuh sedikit waktu untuk kesehatan mental Anda sendiri,” katanya.
Dalam kondisi kelelahan mental, Bufka mengatakan justru Anda yang seharusnya meminta bantuan orang-orang terdekat walau hanya sekedar untuk bercerita.
“Saat kita merasa lelah dan putus asa, sulit untuk berpikir jernih dan saat itulah kita bisa bersandar pada orang lain yang kita percayai,” kata Kapuscinski menambahkan.
Psikoterapi juga merupakan pilihan, terutama jika emosi Anda sudah sulit untuk dibendung.
Saat ini banyak terapi kesehatan mental yang dapat dilakukan melalui telepon. Beberapa di antaranya bahkan diadakan oleh lembaga yang membebaskan bayaran.
“Yang paling penting adalah, saat Anda terkuras secara emosional, ada baiknya Anda berhenti sejenak. Tarik napas Anda dalam-dalam dan pikirkan hal-hal yang membuat Anda merasa baik. Anda bisa mencoba dari hal-hal kecil seperti jenis musik yang membuat Anda senang, siapa yang dapat membuat Anda tertawa, atau makanan apa yang paling Anda sukai,” kata Kapuscinski.
Baca juga: Dokter: Curhat adalah langkah awal pencegahan depresi di masa pandemi
Oleh Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2021
Sumber : https://www.antaranews.com/berita/1948948/pandemi-yang-menimbulkan-kelelahan-emosi
Written by: Bens Radio
Post comments (0)