Suatu hari, truk itu tertahan di bawah todongan senjata dan H sendirian menangani para perampok, menampilkan keterampilan dan pelatihan tempur tingkat lanjut.
Namun, diam-diam, H memburu orang-orang yang membunuh putranya dalam perampokan serupa, dan berencana menggunakan posisi barunya untuk memasang jebakan bagi setiap calon perampok di kota sampai dia menemukan pembunuh putranya.
Film ini didasarkan pada film Prancis tahun 2004 bertajuk “Cash Truck” oleh Nicolas Boukhrief. Dalam adaptasinya di tahun 2021, sutradara kawakan Guy Ritchie mengarahakn film ini dari skrip yang ia tulis bersama Ivan Atkinson dan Marn Davies.
Ini adalah kolaborasi keempat Ritchie dengan aktor utama Jason Statham, setelah “Lock, Stock and Two Smoking Barrels” (1998), “Snatch” (2000), dan “Revolver” (2005).
Baca juga: Jason Statham tampil “lembut” di Hummingbird
Film dibuka langsung dengan sederet adegan penuh aksi yang membuat penonton bahkan enggan beranjak membenarkan posisi duduknya. Dipadukan dengan tone warna yang dingin, membuat film ini memberikan suasana menegangkan dan gelap.
Tone warna yang dipilih adalah warna-warna dingin seperti abu-abu, hitam, dan biru — menimbulkan kesan mencekam.
Kolaborasi sutradara dan Statham yang sudah berkali-kali ini seakan membuat film berjalan begitu mulus. Ritchie, yang memiliki gaya penceritaan narasi non-linier dan visualnya yang sudah dikenal, mampu membuat penonton merasa terlibat dengan si lakon utama, H.
H yang dingin dan misterius dipekerjakan oleh sebuah perusahaan truk pengangkut uang di LA. Dari waktu ke waktu, ia mulai mendemonstrasikan taktik tertentu yang mengisyaratkan bahwa dia adalah seorang agen yang sangat terampil sebelum dipekerjakan di perusahaan tersebut.
Meski berpusat pada tokoh yang begitu dingin — bahkan terkesan “satu dimensi”, Statham yang terkenal melalui peran-peran di film thriller/action lagi-lagi menunjukkan penampilan yang menarik untuk disaksikan.
Selain Statham, turut hadir pula Holt McCallany, Jeffrey Donovan, Josh Hartnett, Laz Alonso, Raúl Castillo, DeObia Oparei, Eddie Marsan, dan Scott Eastwood di film ini.
Baca juga: “The Meg”: Kombinasi teror hiu “Jaws” plus “Deep Blue Sea”
Kehadiran tokoh pendukung lainnya yang lebih santai juga bisa mengimbangi sisi serius H dan membuat penonton sesekali terkekeh dengan guyonan dan dinamika di antara para karakternya.
Beralih ke sisi cerita, perpaduan pemilihan nuansa warna dan penokohan dengan gaya sutradara yang mengedepankan sisi ceritanya, menimbulkan partisipasi penonton untuk mengikuti alur kisah H yang mulanya dibuka selayaknya kepingan puzzle yang tercecer di sana-sini.
Masih bicara soal penceritaan, “Wrath of Man” memiliki plot dan pengambilan sudut pandang yang dibilang cukup unik. Seakan semua keputusan bahkan kegagalan dari H dan para lakon pendukung lainnya memiliki sebuah tujuan tertentu yang akhirnya akan disimpulkan di akhir film. Meski ada beberapa elemen cerita yang terasa sedikit familiar, agaknya film ini tetap dieksekusi dengan baik.
Yang menarik dari film action/thriller/crime/heist, bisa dibilang bukan karena barang berharga yang dicuri. Selain dari cerita dan deretan adegan aksinya, hal yang membuat film bergenre tersebut berkesan adalah bagaimana ia mampu membawa penonton ikut merasakan dan menimbang risiko dan konsekuensi dari hal tersebut — mulai dari tim, rencana, hingga eksekusinya.
Baca juga: “Voyagers”, soal pilihan percaya akal atau nafsu
Meski berfokus pada H, penonton juga diajak untuk melihat perspektif lain dari motif dan tokoh lainnya, dipadukan dengan tema utama yang sering diputar untuk menunjukkan sesuatu yang menyeramkan akan terjadi dan tidak dapat diprediksi.
Penonton juga akan banyak dimanjakan dengan petualangan penuh aksi H yang memiliki motif dan tujuan rahasianya itu.
Tidak terelakkan bahwa visualnya — mulai dari babak dan adegan aksinya, CGI yang bisa terbilang mulus, hingga color grading-nya sangat memanjakan mata. Dengan audio pelengkap seperti suara ledakan, tembakan, dan beberapa pilihan lagu tema dan scoring yang diletakkan di adegan yang tepat, menontonnya di layar lebar rasanya memang pilihan yang tepat untuk menikmati semua adegan menegangkan yang disajikan.
Hal lain yang menarik dari “Wrath of Man”, adalah film terasa “dipisahkan” oleh beberapa “babak” selayaknya “chapter” dalam sebuah buku bacaan. Pemilihan judul dari chapter tersebut pun bukan tanpa alasan. Jika disimak dengan baik, penonton akan mengerti mengapa keputusan judul itu diambil sedemikian rupa.
Dengan sequence aksi yang menghibur, ditambah dengan premis cerita menarik dan konflik yang tidak terlalu membuat pening, membuat film ini begitu menyenangkan untuk ditonton.
Baca juga: “Seobok”, menyusuri makna hidup dari klon yang tak bisa mati
Secara keseluruhan, “Wrath of Man” mampu mengajak penontonnya untuk ikut menyimak, menghubungkan satu misteri dengan lainnya, dan membuka sisi baru tentang manusia.
Dengan dinamika di antara tokoh-tokoh utamanya, ditambah dengan visual cantik nan penuh aksi, menambah sisi estetika film dan rasanya begitu cocok untuk disaksikan di layar lebar.
Sementara itu, “Wrath of Man” telah dirilis di Rusia, Jerman, Australia, dan Selandia Baru, dan meraih sekitar 7,6 juta dolar AS dari pratinjau dan bioskop terbatas. Film ini dijadwalkan akan dirilis di Amerika Serikat pada 7 Mei 2021 oleh United Artists Releasing, dan di Inggris Raya pada 23 Juli 2021 oleh Lionsgate.
Di Indonesia sendiri, “Wrath of Man” akan tayang mulai hari ini (5/5) di jaringan bioskop Tanah Air.
Baca juga: “Tersanjung The Movie” yang benar-benar bikin tersanjung
Baca juga: “Chaos Walking”, pertarungan melawan isi pikiran manusia
Baca juga: “Moxie”, upaya Amy Poehler kenalkan feminisme pada Gen Z
Oleh Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © ANTARA 2021
Sumber : https://www.antaranews.com/berita/2139302/wrath-of-man-perburuan-dingin-berbalut-aksi-sengit
Written by: Bens Radio
Post comments (0)